Selasa, 04 September 2012

Bahasa dan Fungsi Peranannya

PENDAHULUAN:
Di negara-negara yang multilingual, multirasial, dan multicultural, untuk menjamin kelangsungan komunikasi kebangsaan perlu dilakukan suatu perencanaan bahasa (inggris language policy). Yang dimaksud dengan multilingual di sini adalah adanya dan digunakannya banyak bahasa dengan berbagai ragamnya di dalam wilayah negara itu secara berdamoingan, entah digunakan secara terpisah oleh masing-masing ras (suku bangsa) maupun digunakan secara bergantian, seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya. Lalu, yang dimaksud dengan multirasial adalah terdapat etnis yang berbeda, yang biasanya dapat dikenali dari cirri-ciri fisik tertentu atau dari bahasa dan budaya yang melekat pada etnis tersebut.
Sedangkan yang dimaksud dengan multicultural adalah terdapatnya berbagai budaya, adat istiadat, dan kebiasaan yang berbeda dari penduduk yang mendiami negara tersebut. Biasanya cirri etnis bahasa, dan kultur terikat menjadi satu, menandai ras (suku bangsa) tertentu yang membedakannya dari ras lainnya. Negara-negara Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan India, merupajan contoh Negara yang multilingual, multirasial, dan multicultural, yang memerlukan adanya kebijaksanaan bahsa, agar masalah pemilihan atau penentu bahasa tertentu sebagai alat komunikasi di dalam negara itu tidak menimbulkan gejolak politik yang pada gilirannya akan dapat menggoyahkan kehidupan bangsa di negara tersebut.

PEMBAHASAN:
Kebijaksanaan bahasa itu dapat diartikan sebagai suatu pertimbangan konseptual dan politis yang dimaksud untuk dapat memberikan perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keselurahan masalah kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional. Jadi, kebijaksanaan bahasa itu merupakan satu pegangan yang bersifat nasional, untuk kemudian membuat perencanaan bagaimana cara membina dan mengembangkan satu bahsa sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di seluruh negara, dan dapat diterima oleh segenap warga yang secara lingual, etnis, dan kultural berbeda.
Masalah-masalah kebahasaan yang dihadapi setiap bangsa adalah tidak sama, sebab tergantung pada situasi kebahasaan yang ada di dalam negara itu. Negara-negara yang sudah memiliki sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam negara itu hanya ada satu bahsa saja meskipun dengan sekian dialek dan ragamnya cenderung tidak mempunyai masalah kebahasaan yang serius. Negara yang demikian, misalnya Saudi Arabia, Jepang, Belanda, dan Inggris. Tetapi di negara-negara yang terbentuk, dan memiliki sekian banyak bahasa daerah akan memiliki persoalan kebahasaan yang cukup serius, dan mempunyai kemungkinan untuk timbulnya gejolak sosial dan politik akibat persoalan bahasa itu. Indonesia sebagai negara yang relatif baru dengan bahasa daerah yang tidak kurang dari 400 buah, agak beruntung sebab masalah-masalah kebahasaan yang bisa terjadi di negara lain, secara historis telah agak di selesaikan sejak agak lama. Secara politis di Indonesia ada tiga buah bahasa, yaitu bahasa nasional, bahasa daerah, dan bahasa asing. Jauh sebelum kebijaksanaan bahasa diambil untuk menetapkan fungsi ketiga bahasa itu, para pemimpin perjuangan Indonesia, berdasarkan kenyataan bahasa Melayu telah sejak berabad-abad yang lalu telah digunakan secara luas sebagai lingiua franca di seluruh nusantara dan sistemnya cukup sederhana, telah menetapkan dan mengangkat bahasa Melayu itu menjadi bahasa persatuan untuk seluruh Indonesia, dan memberinya nama bahasa Indonesia. Peristiwa pengangkatan bahasa Indonesia yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam suatu ikrar yang disebut Soempah Pemoedja itu tidak pernah menimbulkan protes atau reaksi negatif dari suku-suku bangsa lain di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya lebih banyak berlipat ganda. Kemudian, penetapan bahasa Indonesia menjadi bahasa negara dalam Undang-undang Dasar 1945 pun tidak menimbulkan masalah. Oleh karena itulah, para pengambil keputusan dalam menentukan kebijaksanaan bahasa yang menetapkan fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dapat melakukannya dengan mulus. Bahasa Indonesia ditetapkan, sesuai dengan kedudukannya, sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, sebagai lambang kebanggaan nasional, dan sebagai alat komunikasi nasional kenegaraan atau intrabangsa (bahasa daerah berfungsi sebagai lambang kedaerahan) dan alat komunikasi intrasuku (sedangkan bahasa asing berfungsi sebagai alat komunikasi antar bangsa dan alat penambah ilmu pengetahuan). Ketiga bahasa itu dengan fungsinya masing-masing tidak menimbulkan masalah. Yang menjadi masalah adalah bagaimana mengaktifkan pembinaan dan peningkatan penggunaan bahasa Indonesia dari para warga bangsa Indonesia, sebab hingga kini penguasaan mereka akan bahasa Indonesia masih jauh dari yang diharapkan (Chaer: 1993).
Masalah kebahasaan yang dihadapi bangsa Filipina agak mirip dengan keadaan di Indonesia, tetapi tampaknya persoalan yang mereka hadapi lebih ruwet. Di Filipina, seperti di Indonesia, terdapat banyak bahasa daerah dan dua bahasa asing bekas penjajahnya yang sangat melekat pada bangsa itu, yaitu bahasa Spanyol dan bahasa Inggris. Ketika merdeka dan memerlukan simbol identitas bangsa, mereka menetapkan dan mengangkat bahasa Tagalog, salah satu bahasa daerah, menjadi bahasa nasional yang diberi nama baru bahasa Filopino. Berbeda dengan bahasa Melayu, bahasa Tagalog. Sebelumnya belum deigunakan secara meluas di seluruh wilayah Filipina. Oleh karena itu, penerimaan warga Filipina terhadapa bahasa Filipino ini tidak begitu menggembirakan, lebih-lebih karena mereka punya kesan bahwa bahasa Filipino ini hanya dedasarkan pada bahasa Tagalog. Untuk lebih menggalakkan penerimaan bahasa dan penggunaan bahasa Filipino akan didasarkan pada semua bahasa daerah yang ada di Filipina. Dengan demikian hingga saat ini untuk komunikasi kenegaraan dan komunikasi antar suku masih digunakan bahasa Inggris, diseluruh wilayah Filipina.

Ringkasan:
Multilingual adalah adanya dan digunkannya banyak bahasa dengan berbagai ragamnya di dalam wilayah negara itu secara berdampingan, entah digunakan secara terpisah oleh masing-masing ras maupun digunakan secara bergantian, seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya.
Multirasial adalah terdapat etnis yang berbeda, yang biasanya dapat dikenali dari cirri-ciri fisik tertentu atau dari bahasa dan budaya yang melekat pada etnis tersebut.
Multicultural adalah terdapatnya berbagai budaya, adat istiadat, dan kebiasaan yang berbeda dari penduduk yang mendiami negara tersebut. Biasanya cirri etnis bahasa, dan kultur terikat menjadi satu, menandai ras (suku bangsa) tertentu yang membedakannya dari ras lainnya.
Indonesia sebagai negara yang relatif baru dengan bahasa daerah yang tidak kurang dari 400 buah, agak beruntung sebab masalah-masalah kebahasaan yang bisa terjadi di negara lain, secara historis telah agak di selesaikan sejak agak lama. Secara politis di Indonesia ada tiga buah bahasa, yaitu bahasa nasional, bahasa daerah, dan bahasa asing. Jauh sebelum kebijaksanaan bahasa diambil untuk menetapkan fungsi ketiga bahasa itu, para pemimpin perjuangan Indonesia, berdasarkan kenyataan bahasa Melayu telah sejak berabad-abad yang lalu telah digunakan secara luas sebagai lingiua franca di seluruh nusantara dan sistemnya cukup sederhana, telah menetapkan dan mengangkat bahasa Melayu itu menjadi bahasa persatuan untuk seluruh Indonesia, dan memberinya nama bahasa Indonesia.

Kutipan dari:
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.
Lapoliwa, H. 1981. “A Generative Approach to the Phonology of Bahasa Indonesia”, in Pasific Linguistics Series D- No.34. Canberra: Departement
Schane, Sanford A. 1973. Generative Fonology. Englewood Cliffs New Jersey: